Allah Memiliki Sifat Marah dan Ridha
Bersama Pemateri :
Ustadz Muhammad Nur Ihsan
Allah Memiliki Sifat Marah dan Ridha merupakan rekaman kajian Islam yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Muhammad Nur Ihsan, M.A. dalam pembahasan Syarah Aqidah Thahawiyah karya Imam Ath-Thahawi Rahimahullah. Kajian ini disampaikan pada 22 Ramadhan 1441 H / 15 Mei 2020 M.
Status Program Kajian Kitab Syarah Aqidah Thahawiyah
Status program Kajian Syarah Aqidah Thahawiyah: AKTIF. Mari simak program kajian ilmiah ini di Radio Rodja 756AM dan Rodja TV setiap Jum`at pagi, pukul 06:00 - 07:30 WIB.
Download kajian sebelumnya: Allah Bersemayam Di Atas ‘Arsy
Untuk mp3 kajian yang lain: silahkan kunjungi mp3.radiorodja.com
Kajian Tentang Allah Memiliki Sifat Marah dan Ridha
Menit ke-16:36 Kembali kita melanjutkan pembahasan tentang Syarah Aqidah Thahawiyah. Pembahasan yang terakhir berkaitan dengan pembahasan doa, manfaat doa, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan doa seorang hamba. Dan doa merupakan wasilah yang paling utama untuk meraih kebaikan.
Setelah itu, Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi Rahimahullah menyebutkan sebagian dari prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah: “Allah Subhanahu wa Ta’ala marah dan ridha, tapi bukan seperti marah dan ridhanya seorang dari manusia.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala marah dan ridha
Hal ini adalah penjelasan tentang di antara sifat-sifat yang dimiliki oleh Allah yang diyakini oleh Ahlus Sunnah wal Jamaah. Sifat yang berkaitan dengan perbuatan dan pilihan Allah yang tentunya tidak terlepas dari kehendak Allah.
Ahlus Sunnah mengimani bahwa sifat itu ada yang berkaitan dengan Dzat Allah yang tidak terpisah dari Dzat Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang Azali, abadi. Kemudian ada sifat yang berkaitan dengan perbuatan. Dan perbuatan tersebut berkaitan dengan kehendakNya. Allah melakukan sesuai dengan kehendakNya. Bila Allah menghendaki, Allah lakukan. Jika tidak, tidak dilakukan.
Di antara sifat tersebut adalah Allah murka dan marah kepada sebagian kaum dan Allah juga ridha. Kedua sifat ini adalah sifat yang dimiliki oleh Allah, tapi tidak sama dengan sifat manusia. Karena kaidah yang diyakini oleh Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak ada suatupun yang serupa dengan Allah, dan Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat.” (QS. Asy-Syura[42]: 11)
Dan ini adalah aqidah Ahlus Sunnah. Sehingga tatkala kita katakan “Allah ridha”, ini sesuai dengan kebesaran dan keagunganNya. Bila Alalh ridha kepada (suatu) kaum, Allah akan mencintainya. Tapi apakah selamanya Dia ridha? Tidak. Kemudian apabila Allah marah kepada suatu kaum, apakah selamanya? Tidak, karena bila mereka bertaubat, meninggalkan perbuatan dosa dan kufur yang menyebabkan kemurkaan Allah itu, maka Allah akan ridha kepadanya yang sebelumnya Allah murka karena perbuatan dosa dan maksiat mereka.
Begitu juga Allah ridha kepada suatu kaum yang shalih, yang taat beribadah kemudian dia berbuat dosa, maksiat bahkan mungkin dia murtad (wal-‘iyadzubillah). Maka Allah sebelumnya ridha kepadanya kemudian setelah itu murka karena dosa maksiat dan perbuatannya.
Maka ini berkaitan dengan masih kehendakNya. Jadi marah dan ridha adalah dua sifat yang berkaitan dengan perbuatan Allah, berkaitan dengan kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan ini telah terdapat dalam Al-Qur’an dan hadits yang menjelaskan tentang hal itu. Sebagaimana dalam Al-Qur’an Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan:
لَّقَدْ رَضِيَ اللَّـهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ
“Allah ridha kepada orang-orang beriman disebabkan keimanan mereka.” (QS. Al-Fath[48]: 18)
Allah juga berfirman:
رَّضِيَ اللَّـهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ
“Allah ridha kepada mereka dan juga mereka ridha kepada Allah.” (QS. At-Taubah[9]: 100)
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan sifat kemurkaan/marah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُم بِشَرٍّ مِّن ذَٰلِكَ مَثُوبَةً عِندَ اللَّـهِ ۚ مَن لَّعَنَهُ اللَّـهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ
“Katakanlah: ‘Apakah kalian mau aku kabarkan tentang yang lebih jelek dari hal itu sebagai balasan di sisi Allah? yaitu seorang yang dilaknat oleh Allah dan dimurkai oleh Allah.’“(QS. Al-Maidah[5]: 60)
Jadi Allah ridha dan Allah marah. Allah mencintai dan Allah memurkai atau membenci.
Allah juga berfirman:
وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِّنَ اللَّـهِ
“Dan perbuatan mereka mendapatkan kemurkaan atau amarah dari Allah Tabaraka wa Ta’ala.” (QS. Ali-Imran[3]: 112)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda tentang nikmat penghuni surga. Dalam hadits tersebut Allah bertanya kepada penghuni surga setelah mereka dimasukkan ke dalam surga (نسأل الله أن يدخلنا الجنة “Semoga Allah masukkan kita ke dalam surga”). Setelah Allah berikan berbagai kenikmatan yang di dalamnya tidak bisa kita bayangkan, kemudian kata Allah Subhanahu wa Ta’ala:
هل أعطيتكم؟
“Sudahkah Aku memberikan segala nikmat itu kepada kalian?”
Mereka menjawab: “Iya”
Setelah seluruh kenikmatan yang Allah berikan kepada mereka, kemudian Allah katakan:
فإني أحل عليكم رضواني فلا أسخط عليكم بعده أبداً
“Sesungguhnya Aku akan melimpahkan kepada kalian keridhaanKu, dan Aku tidak akan murka lagi selama-lamanya kepada kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan keridhaan Allah itu lebih besar tentunya. Ini adalah aqidah Ahlus Sunnah, wajib kita imani bahwa Allah memiliki sifat ridha dan juga memiliki sifat kemurkaan.
Dan hal ini sebagaimana yang diyakini Ahlus Sunnah, berbeda tentunya dengan yang mentakwil bahwa sifat marah dan ridha itu bukan sifat Allah, katanya. Tapi sanksi itulah yang dikatakan marah, dan kenikmatan itulah yang dikatakan ridha. Jadi mereka ingin metakwil. Ini jelas pendapat yang bathil. Karena Allah memiliki sifat marah dan efek dari marah tersebut adalah sanksi. Allah memiliki sifat ridha dan efeknya adalah kebaikan dan kenikmatan. Jadi bukan kenikmatan itu yang ridha Allah, bukan sanksi itu yang kemurkaan Allah.
Bukan seperti seseorang dari makhlukNya
Kemudian kata Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi: “Bukan seperti seseorang dari makhlukNya”. Artinya bukan marah dan ridha Allah itu seperti ridha salah seorang dari makhluk. Kita mengetahui bahwa manusia memiliki sifat marah dan juga ridha, senang, mencintai. Tapi manusia sesuai dengan keterbatasan mereka, sesuai dengan kelemahan dia sebagai makhluk. Begitu juga sifat mereka. Adapun Allah Subhanahu wa Ta’ala karena kemuliaan dan keagungan merupakan sifat Dzat Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka tentunya sesuai dengan kebesaran dan keagungan Allah Tabaraka wa Ta’ala. Ini aqidah Ahlus Sunnah dalam semua sifat.
Sikap Ahlus Sunnah terhadap para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Kemudian setelah itu Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi menjelaskan tentang salah satu prinsip dari prinsip-prinsip aqidah yang berkaitan dengan sahabat Nabi yang mulia Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wa Radhiyallahu ‘Anish-Shahabati Ajma’in.
Berkata Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi Rahimahullah: “Dan kami (Ahlus Sunnah) mencintai para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dan tidak berlebihan dalam mencintai seseorang di antara mereka. Dan juga kami tidak berlepas diri dari salah seorang mereka dan membenci orang-orang yang membenci para sahabat dan yang menyebut mereka dengan selain kebaikan. Dan kita tidaklah menyebut para sahabat kecuali dengan kebaikan. Mencintai para sahabat adalah bagian dari agama Islam, Iman dan Ihsan. Dan membenci mereka adalah suatu kekufuran, kemunafikan dan kedzaliman.”
Ini ungkapan Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi Rahimahullah yang banyak mendapat pujian dari para ulama tentang redaksinya yang singkat dan padat yang menjelaskan bagaimana sesungguhnya sikap Ahlus Sunnah terhadap para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Simak penjelasannya pada menit ke-25:56
Download MP3 Kajian Tentang Allah Memiliki Sifat Marah dan Ridha
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48443-allah-memiliki-sifat-marah-dan-ridha/